Monday, December 24, 2018

KSO AOB

PT PJA diketahui melakukan kerja sama dengan PT SBI yang merupakan anak perusahaan PT PJA dalam rangka pembangunan hunian dan komersial di kawasan Jalan Lodan Ancol Barat beserta dengan sarana dan prasarananya. Bentuk kerja sama yang dilakukan berupa Kerja Sama Operasi (KSO) dengan nama KSO AOB.       KSO AOB dituangkan dalam perjanjian Nomor 010/DIR-PJA/VII/2015 dan Nomor 06/DIR-SB/VII/2015 pada tanggal 7 Juli 2015. 

Pihak-pihak yang menandatangani KSO AOB adalah: 
a. GSW selaku Direktur Utama PT PJA; 
b. AN selaku Direktur PT PJA; 
c. AR selaku Direktur PT SBI.   

 Beberapa hal yang dinyatakan di dalam perjanjian tersebut, antara lain: 
a. Modal awal proyek KSO AOB terdiri dari: 
1) Sebidang tanah seluas ±1,6 Ha berdasarkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 1 Tahun 1987 dan PT SBI adalah pemegang hak yang sah terkait pengelolaan dan pemanfaatan terhadap tanah tersebut berdasarkan Surat Penunjukan Pelaksanaan Nomor 1569/P.M/P.A/1984 dengan nilai buku sebesar Rp299.258.787,00;
 2) Setoran dana permodalan dari PT PJA sebesar Rp37.870.000.000,00, terdiri dari biaya perencanaan dan perijinan yang sudah dikerjakan oleh PT PJA sebesar Rp10.725.000.000,00 dan uang tunai (cash) sebesar Rp27.145.500.000,00. 

b. PT PJA dan PT SBI setuju dan mengikatkan diri untuk mengambil bagian dan memberikan kontribusi berupa penyertaan modal ke dalam KSO AOB dengan komposisi PT PJA memiliki porsi kepemilikan sebesar 71,04% dan PT SBI memiliki porsi kepemilikan sebesar 28,96%. 

c. Keuntungan atau kerugian yang dialami dari pelaksanaan dan penyelesaian KSO akan dibebankan kepada masing-masing pihak sebesar komposisi penyertaan modal, yaitu PT PJA sebesar 71,04% dan PT SBI 28,96%.
Selanjutnya, perjanjian KSO AOB mengalami addendum I sesuai perjanjian addendeum  tanggal 1 Maret 2017. Pihak-pihak yang menandatangani addendum I perjanjian adalah sebagai berikut: 
a. CPT selaku Direktur Utama PT PJA;  
b. AN selaku Direktur PT PJA; 
c. YSN selaku Direktur PT SBI.       

Beberapa hal yang dinyatakan di dalam addendum I perjanjian tersebut, antara lain: 
a. Modal awal proyek KSO AOB terdiri dari: 
1) Sebidang tanah seluas ±1,6 Ha berdasarkan HPL Nomor 1 Tahun 1987 dan PT SBI adalah pemegang hak yang sah terkait pengelolaan dan pemanfaatan terhadap tanah tersebut berdasarkan Surat Penunjukan Pelaksanaan Nomor 1569/P.M/P.A/1984 dengan nilai buku Rp299.258.787,00; 
2) Setoran dana permodalan dari PT PJA sebesar Rp190.182.072.851,00, terdiri dari biaya perencanaan dan perijinan yang sudah dikerjakan oleh PJA sebesar Rp10.725.000.000,00 dan uang tunai (cash) sebesar Rp179.457.072.851,00.  

b. PT PJA dan PT SBI setuju dan mengikatkan diri untuk mengambil bagian dan memberikan kontribusi berupa penyertaan modal ke dalam KSO AOB dengan komposisi PT PJA memiliki porsi kepemilikan sebesar 43,57% dan PT SBI memiliki porsi kepemilikan sebesar 56,43%. 

c. Keuntungan atau kerugian yang dialami dari pelaksanaan dan penyelesaian KSO akan dibebankan kepada masing-masing pihak sebesar komposisi penyertaan modal, yaitu PT PJA sebesar 43,57% dan PT SBI sebesar 56,43%

Hasil pemeriksaan atas perjanjian KSO AOB dan addendum perjanjian menunjukkan adanya permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 

a. Realisasi penyertaan modal awal Proyek KSO AOB tidak sesuai dengan klausul dalam perjanjian    
Perjanjian addendum KSO AOB menyatakan PT PJA wajib segera menyetorkan dana ke dalam rekening KSO-Modal Kerja secara bertahap senilai Rp190.182.072.851,00 yang terdiri dari biaya perencanaan dan perijinan yang sudah dikerjakan oleh PJA senilai Rp10.725.000.000,00 dan uang tunai (cash) senilai Rp179.457.072.851,00. 
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas catatan dokumen keuangan diketahui sebagai berikut:

1. PT PJA baru merealisasikan biaya perencanaan dan perijinan senilai Rp6.797.996.746,00 
Sesuai dengan perjanjian KSO awal diketahui setoran dana permodalan awal PT PJA antara lain berupa biaya perencanaan dan perijinan yang sudah dikerjakan oleh PT PJA senilai Rp10.725.000.000,00. 
biaya perencanaan dan perijinan yang direalisasikan sebelum perjanjian KSO ditandatangani dhi. 7 Juli 2015 adalah senilai Rp3.285.746.000,00 dan setelah perjanjian KSO ditandatangani senilai Rp3.512.250.746,00 sehingga total biaya yang telah direalisasi oleh PT PJA adalah senilai Rp6.797.996.746,00. Kondisi di atas menunjukkan bahwa masih terdapat kekurangan penyetoran modal dari PT PJA senilai Rp3.927.003.254,00 (Rp10.725.000.000,00 - Rp6.797.996.746,00)
Seharusnya Pihak PJA  melakukan pemenuhan kewajiban secara cash sehingga memenuhi nilai pada perjanjian sebesar Rp10.725.000.000. 

2. Terdapat pengeluaran biaya perencanaan dan perijinan senilai Rp2.126.700.000,00 yang belum dilengkapi bukti pertanggungjawaban
Dari biaya perencanaan dan perijinan yang telah terealisasi senilai Rp6.797.996.746,00, terdapat pengeluaran senilai Rp2.126.700.000,00 yang tidak dilengkapi dengan dokumen asli dan dokumen pendukung. Biaya perencanaan dan perijinan senilai Rp2.126.700.000,00 yaitu terdiri dari kegiatan biaya blokplan senilai Rp2.125.000.000,00 (Rp850.000.000,00+Rp1.275.000.000,00) dan biaya retensi arsitektur senilai Rp1.700.000,00. 


3. Terdapat klausul yang kontradiktif, 
yaitu biaya perencanaan dan perijinan yang sebenarnya adalah senilai Rp10.724.500.000,00 sesuai dengan nilai yang dicantumkan dalam Lampiran 7 pada perjanjian KSO, bukan senilai Rp10.725.000.000,00 sebagaimana yang dicantumkan dalam klausul pada perjanjian KSO, sehingga terdapat selisih sebesar Rp500.000,00 (Rp10.725.000.000,00 - Rp10.724.500.000,00).

4. Keterlambatan
Sampai dengan tanggal 16 November 2017 diketahui belum ada pembangunan fisik ruko, apartemen dan office building pada lahan yang dikerjasamakan pada lokasi proyek, hanya terdapat bangunan untuk marketing office. Pelaksanaan proyek KSO AOB terlambat dilaksanakan sehingga tujuan pelaksanaan proyek KSO untuk mendapatkan keuntungan dari bagi hasil KSO juga akan terlambat diperoleh oleh PT PJA sebagai holding, maupun PT SBI selaku anak perusahaan; dan 

 Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan: 
a. Perjanjian Kerjasama Operasi (KSO) antara PT PJA dan PT SBI Nomor 010/DIR-PJA/VII/2015 dan Nomor 06/DIR-SB/VII/2015 pada tanggal 7 Juli 2015 dalam rangka Pembangunan Hunian dan Komersial di Kawasan Jalan Lodan Ancol Barat beserta dengan Sarana dan Prasarananya, pada:
1) Pasal 5 tentang nilai investasi proyek KSO, komposisi penyertaan modal dan kewajiban permodalan para pihak. Angka 5.4 yang menyatakan bahwa “Para pihak setuju dan mengikatkan diri bahwa setelah penandatanganan perjanjian KSO ini yang diikuti dengan proses pendaftaran dan perolehan secara efektif atas Rekening KSO-Modal Kerja, maka PJA wajib segera menyetorkan dana ke dalam rekening KSO-Modal Kerja secara bertahap dan seluruhnya sebesar Rp37.870.000.000,00 terdiri dari biaya perencanaan dan perijinan yang sudah dikerjakan oleh PJA sebesar Rp10.725.000.000,00 dan cash sebesar Rp27.145.500.000,00 sesuai dengan lampiran 7 selambat-lambatnya hari kerja bank yang sama dengan perolehan secara efektif atas Rekening KSOModal Kerja atau pada waktu lain sesuai dengan kesepakatan bersama para pihak”;

2) Lampiran perjanjian KSO pada jadwal tahapan dan proses KSO PJA-SBI yang menyatakan bahwa “Pembangunan konstruksi ruko dimulai pada Juli 2015 dan pembangunan konstruksi apartemen pada Juni 2017, serta keseluruhan pembangunan KSO pada akhir tahun 2019”.

b. Addendum I Surat Perjanjian No PT PJA Nomor 010/DIR-PJA/VII/2015 dan Surat Perjanjian No PT SBI Nomor 06/DIR-SB/VII/2015 tanggal 1 Maret 2017 pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa “Para pihak setuju dan mengikatkan diri bahwa setelah penandatanganan perjanjian KSO ini yang diikuti dengan proses pendaftaran dan perolehan secara efektif atas Rekening KSO-Modal Kerja, maka PJA wajib segera menyetorkan dana ke dalam rekening KSO-Modal Kerja secara bertahap dan seluruhnya sebesar Rp190.182.072.851,00 terdiri dari biaya perencanaan dan perijinan yang sudah dikerjakan oleh PJA sebesar Rp10.725.000.000,00 dan cash sebesar Rp179.457.072.851,00 sesuai dengan lampiran 7 selambat-lambatnya hari kerja bank yang sama dengan perolehan secara efektif atas Rekening KSO-Modal Kerja atau pada waktu lain sesuai dengan kesepakatan bersama para pihak”;

c. Keputusan Gubernur Nomor 96 Tahun 2004 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMD di Lingkungan Pemerintah DKI Jakarta pada:
1) Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa Corporate Governance adalah sesuatu proses dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dan keberhasilan usaha serta akuntabilitas BUMD guna mewujudkan nilai-nilai pemegang saham tetap memperhatikan kepentingan stakeholder berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika;
2) Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa BUMD wajib menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan atau menjadikan Good Corporate Governance sebagai landasan operasionalnya; 3) Pasal 3 yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagaimana yang dimaksud dalam keputusan ini meliputi diantaranya:
a) Huruf c yang menyatakan bahwa akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan BUMD terlaksana secara efektif;
b) Huruf d yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan BUMD terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang sehat; 4) Pasal 21 ayat (1) yang menyatakan bahwa Direksi harus menetapkan suatu sistem Pengendalian internal yang efektif untuk pengamanan investasi dan aset BUMD.

No comments:

Post a Comment