Sunday, January 13, 2019

Konsesi Pelabuhan

Untuk penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, maka dipisahkan antara fungsi regulator dan operator dengan cara konsesi.
(UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 69, Pasal 79 s.d. Pasal 81 dan Pasal 91 ayat (1))
Konsesi merupakan pemberian hak oleh Penyelenggara Pelabuhan (PP)kepada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu. (PP 61/2009 Pasal 1 ayat 30)
Regulator adalah  Otoritas Pelabuhan (OP) dan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) sementara (OP/KSOP/UPP)
Operator  adalah Badan Usaha Pelabuhan (BUP) antara lain:
  1. PT Pelindo I (Persero), 
  2. PT Pelindo II (Persero), 
  3. PT Pelindo III (Persero), 
  4. PT Pelindo IV (Persero), 
  5. PT Karya Citra Nusantara, 
  6. PT.Krakatau BandarSamudera, dan 
  7. PT Wahyu Samudra Indah.
Ada 84 pelabuhan yang telah dikonsesikan yang terdiri dari 113 terminal
Tarif konsesi 0,5% dari pendapatan bruto berlaku pada dua konsesi yaitu 
Terminal Petikemas Belawan Fase 2 dengan BUP PT Pelindo I (Persero) dan Terminal Kalibaru dengan BUP PT Pelindo II (Persero).
Tarif konsesi 5% dari pendapatan bruto berlaku pada dua konsesi, yaitu 
Terminal Muara Jambi dengan BUP PT Wahyu Samudera Indah dan 
Pelabuhan Marunda dengan BUP PT Pelindo II (Persero)
Sedangkan untuk konsesi yang lain berlaku tarif 2,5% dari pendapatan bruto
Jangka waktu konsesi selama 25 tahun berlaku pada Alur Pelayaran Barat Surabaya(APBS) dengan BUP PT Pelindo III (Persero). 
Sedangkan jangka waktu konsesi 75 tahun berlaku pada Terminal Cigading/Pelabuhan Banten dengan BUPPT PelindoII(Persero).
Ada 13 terminal pada 13 pelabuhan yang sedang dalam proses konsesi. Dari jumlah tersebut, dua terminal diajukan oleh BUP BUMN yaitu PTPelindo II (Persero)dan PTPelindo IV (Persero).

1. Perencanaan strategis konsesi pelabuhan; 

Kemenhub belum sepenuhnya memiliki rencana kegiatan terkait dengan Konsesi Pelabuhan/Terminal,hal tersebut terlihat dalam hal berikut:

a. Perencanaan konsesi belum sepenuhnya dimuat dalam dokumen perencanaan Kemenhub.
a1. Belum ada perencanaan yang spesifik atas kegiatan konsesi di Ditjen Hubla
a2. Ditjen Hubla belum memiliki perencanaan yang baik atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kegiatan konsesi pelabuhan/terminal.
Direktur Jenderal Hubla belum menyusun petunjuk teknis atau SOP sebagai panduan dalam melakukan evaluasi atas permohonan konsesi dari BUP terkait jangka waktu dan tarif konsesi. Tidak adanya perhitungan mengakibatkan besaran dan jangka waktu konsesi dalam perjanjian belum mencerminkan imbal balik yang adil antara PP dan BUP, serta tidak adanya informasi perihal pengembalian dana investasi ataupun keuntungandari pengusahaan pelabuhan.

b. RIPN 2017 serta RIP Tanjung Priok tidak memuat perencanaan kerjasama konsesi dan pengembangan konsesi Terminal Teluk Lamong di Pelabuhan Tanjung Perak tidak sesuai RIP. 


c. Basis data pelabuhan yang dimiliki Kemenhub belum memuat data pelabuhan yang seharusnya dikonsesikan. 
Di tahun 2016 dilakukan pengembangan aplikasi untuk informasi pelabuhan yang disebut dengan Sistem Informasi Pelabuhan (Simpel).Namun kenyataannya:
c1. Belum ada ketentuan mengenai tata cara pengolahan dan penyusunan basis data Simpel.
c2. Basis data Simpel belum menggambarkan data pelabuhan yang lengkap.
  • data yang telah diinput pada Simpel adalah hanya :data pelabuhan
  • data yang belum diinput pada Simpel adalah :data dermaga, data gudang,data lapangan penumpukan, data peralatan bongkar muat, data pemanduan, data lego jangkar, dan data gambar fasilitas 
  • Data yang belum ada pada pada Simpel  adalah: data pelabuhan yang telah dan akan dikonsesikan(eksisting dan non eksisting
c3. Data pelabuhan yang terdapat dalam RIPN sesuai KP No. 432 Tahun 2017 berbeda dengan basis data Simpel ,hal tersebut terluhat dalam Jumlah pelabuhan yang diinput dalam basis data Simpel adalah sebanyak 719 pelabuhan lebih banyak  83 (719-636) pelabuhan dari RIPN


2.Besaran tarif konsesi (concession fee) dan jangka waktu konsesi belum sepenuhnya melalui hasil kajian, yaitu: 


a. Penentuan besaran tarif konsesi (concession fee) yang terdapat dalam Permenhub No. PM15 tahun 2015 tidak melalui kajian dan/atau dasar pertimbangan lainnya. Penentuan besaran tarif konsesi adalah hasil Rapat Pimpinan antara Menteri dengan Direktur Jenderal Perhubungan Laut maupun beberapa Direktur dari Direktorat Teknis terkait yang dilakukan pada akhir tahun 2014. Ditjen Hubla tidak memiliki dokumen tertulis notulen dari kegiatan rapat Pimpinan tersebut. Selanjutnya Direktur Jenderal Perhubungan Laut memerintahkan secara lisan Kepala Subbag Peraturan Bagian Hukum Ditjen Hubla untuk membuat aturan mengenai konsesi termasuk di dalamnya tentang besaran tarif konsesi minimal sebesar2,5% dari pendapatan bruto.  Tarif konsesi tersebut asal dibuat artinya tidak dengan kajian, dasar perhitungan profesional maupun studi untuk penentuan besaran tarif konsesi.
Seharusnya Menteri Perhubungan meninjau kembali besaran tarif konsesi melalui studi kelayakan untuk memastikan bahwa tarif konsesi sesuai dengan prinsip keadilan, menguntungkan semua pihak, dan mencerminkan persaingan yang sehat.



b. Penentuan besaran dan jangka waktu konsesi pada perjanjian konsesi pelabuhan belum sepenuhnya didukung dengan studi kelayakan;

Besaran tarif konsesi Terminal Kalibaru Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 0,5% Melanggar PM No. 15 Tahun 2015 yang mengatur besaran pendapatan konsesi minimal sebesar 2,5% dari pendapatan bruto. Karena Perjanjian konsesi ini ditandatangani sekitar tiga tahun sebelum dikeluarkannya PermenhubNo.PM 15 Tahun 2015. Kepala Kantor OP Utama Tanjung Priok agar segera melakukan revisi perjanjian konsesi Terminal Kalibaru untuk mengubah tarif konsesi sekurang-kurangnya 2,5% dari pendapatan bruto.

Jangka waktu konsesi pelabuhan existing PT Pelindo II selama 50 tahun, sedangkan masa konsesi pelabuhan existing PT Pelindo III adalah 30 tahun. Jangka waktu konsesi tersebut ditentukan berdasarkan PP No. 27 Tahun 2014 . Penerapan PP27/2014 dalam penentuan jangka waktu konsesi pelabuhan PTPelindo II dan III (Persero) tidak tepat mengingat status aset PT Pelindo bukan barang milik negara/daerah, melainkan kekayaan negara yang dipisahkan.

3. sepenuhnya melaksanakan tanggung jawab pengaturan, pengawasan dan pengendalian pelabuhan sesuai ketentuan dan perjanjian konsesi,yaitu:

a. Pemeliharaan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok oleh PT Pelindo II tidak dituangkan dan/atau diperhitungkan kompensasinya dalam perjanjian konsesi. 
Pemeliharaan alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok oleh PT Pelindo II tidak dituangkan dan/atau diperhitungkan dalam perjanjian konsesi,  Surat Edaran Dirjan Hubla Nomor PP 201/1/8/DJPL-16 tanggal 26 Oktober 2016 yang meminta PTPelindoIs.d.IV (Persero) mulai tahun 2017 untuk mengalokasikan anggaran guna pemeliharaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan di wilayah kerja masing-masing. Namun belum ada perjanjian konsesi atau adendum perjanjian konsesi, dan belum ada kejelasan arahan dari Ditjen Hubla mengenai bentuk dan formula kompensasinya. Ketidakjelasan pengaturan mengenai pemeliharaan infrastruktur dasar di Pelabuhan Tanjung Priok berpotensi mengakibatkan terhambatnya pelayanan jasa kepelabuhanan dan upaya keselamatan pelayaran.

b. OP Utama Tanjung Perak belum optimal membantu penyelesaian perizinan dan persyaratan administrasi lainnya dalam pengurusan HGB area konsesi PT Terminal Teluk Lamong; dan 

c. Pemeliharaan infrastruktur dasar Pelabuhan Tanjung Emas oleh PT Pelindo III tidak dituangkan dan/atau diperhitungkan kompensasinya dalam perjanjian konsesi.

4. Penatausahaan PNBP konsesi 
a. Perhitungan dan pembayaran PNPB konsesi pelabuhan. 
1) Kemenhub telah merancang mekanisme rekonsiliasi namun belum memuat prosedur rinci maupun pengawasan perhitungan PNBP; 
Meskipun dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.003/58/II/DJPL-17 telah dijelaskan pihak yang terlibat dalam rekonsiliasi pendapatan konsesi beserta tugas masing-masing, Namun SE tidak mengatur prosedur atau langkah lebih rinci yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak , maupun mekanisme pengawasan perhitungan dan penerimaan PNBP untuk memastikan ketepatan jumlah pendapatan konsesi.

Perhitungan dan Pembayaran PNBP Konsesi Pelabuhan

Pendapatan konsesi dikenakan terhadap kegiatan jasa kepelabuhanan berupa jasa kapal, jasa barang, dan jasa penumpang sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.
Jasa Kapal Jasa BarangJasa Penumpang 
a. Jasa tambata. Jasa dermagaa. Jasa penyediaan terminal penumpang
b. Jasa penyediaan pengisian bahan bakar dan air bersihb. Jasa gudangb. Pas masuk penumpang
c. Pelayanan jasa bunkerc. Jasa lapangan penumpukan 
d. Jasa penggunaan alur yang dibangun/dirawat oleh BUPd. Jasa alat bongkar muat
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dalam beberapa sistem/sub sistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama (Perdirjen Hubla No. HK/103/2/14/DJPL-16 pasal 1).
Rekonsiliasi pendapatan konsesi triwulanan oleh Kantor OP Utama Tanjung Perak berupa rekapitulasi laporan pendapatan dari PT Pelindo III (Persero), tidak menggunakan data dukung yang dimiliki oleh Kantor OP Utama Tanjung Perak. berupa :
  • Pemberitahuan Kedatangan Kapal (PKK)
  • Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal (LK3)
  • Surat Persetujuan Berlayar (SPB)
  • Surat Perintah Kerja Bongkar Muat (SPKBM)

2) Rekonsiliasi pendapatan konsesi menggunakan data dukung yang kurang andal; 
Menurut Perdirjen Hubla No. HK/103/2/14/DJPL-16 pasal 22 ayat (1), rekonsiliasi dilakukan dengan data dukung antara lain laporan keuangan BUP dan laporan operasional pelayanan jasa kepelabuhanan. Sementara itu, menurut SE Dirjen Hubla No. UM. 003/58/11/DJPL-17, data dukung rekonsiliasi yang digunakan berupa Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal (LK3),RencanaKegiatan Bongkar Muat Barang(RKBM), dan data dukung lainnya terkait konsesi

2.1   Rekonsiliasi pendapatan konsesi triwulanan oleh Kantor OP Utama Tanjung Perak berupa rekapitulasi laporan pendapatan dari PT Pelindo HI (Persero), tidak menggunakan data dukung berupa PKK, LK3, SPB, dan SPKBM yangdimiliki oleh Kantor OPUtama TanjungPerak.

2.2. Verifikasi yang dilakukan oleh OP Utama Tanjung Priok terbatas pada resume pendapatan yang dihasilkan oleh PT Pelindo II(Persero), tidak ada verifikasi sampai ke dokumen sumber (rincian transaksi) dikarenakan PT Pelindo II (Persero) tidak memberikan dokumen sumber (rincian transaksi). Sementara itu, data dalam resume pendapatan yang disampaikan oleh PT Pelindo II tidak dapat dibandingkan dengan dokumen terkait jasa kepelabuhanan yang dimiliki oleh OP Utama Tanjung Priok yang berupa Rencana Kerja Bongkar Muat (RKBM), Laporan Kedatangan Keberangkatan Kapal (LK3), ataupun Surat Perintah Berlayar (SPB). Data terkait jasa kepelabuhanan yangdimiliki oleh OP UtamaTanjung Priok- berupa Pemberitahuan Kedatangan Kapal (PKK), Manifest Kapal,Laporan Keberangkatan Kapal(LKK), RKBM, dan LK3-tidak dapat digunakan dalam rekonsiliasi pendapatan konsesi dengan pihak PT Pelindo II (Persero) karenadokumen tersebut memuat rencana bukan datarealisasi kegiatan kapal.
2.3.KSOP Kelas I Tanjung Emas melakukan rekonsiliasi bulanan, namun sebatas terhadap data Pendapatan Jasa Kepelabuhan yang Dikonsesikan dari PT Pelindo III (Persero) CabangTanjung Emas dan Terminal Peti Kemas Semarang dan tidak disertakan dengan rincian pendapatan per segmen. Dalam melakukan rekonsiliasi pendapatan konsesi, KSOP Kelas I Tanjung Emas tidak menggunakan LK3 karena tidak dapat diyakini validitasnya

3) Data dukung yang dipersyaratkan dalam regulasi tidak digunakan dalam rekonsiliasi pendapatan konsesi karena tidak valid;

3.1. Sistem Inaportnet menghasilkan output berupa LK3. Namun demikian, LK3 yang ada pada sistem Inaportnet memuat rencana bongkar muat bukan realisasinya.Oleh karena itu, dokumen LK3 yang dimiliki oleh penyelenggara pelabuhan tidak dapat dibandingkan dengan data yang dimiliki oleh BUP sehingga tidak valid untuk digunakan sebagai data dukung rekonsiliasi pendapatan konsesi.
Pihak Otoritas Pelabuhan juga tidak pemah melakukan penilikan terhadap perbedaan jumlah bongkar muat antara PKK, manifes dengan LK3. Padahal menurut PM 100 tahun 2014 Kepala Seksi Lalu Lintas dan Angkutan Laut dan Pengawas Lalu Lintas dan Angkutan melakukan kegiatan diantaranya penilikan dokumen (PKKA, RPT,PPKM) terhadap kedatangan dan keberangkatan kapal. 

3.2. Pada pelabuhan Tanjung Priok, selain sistem inaportnet, PT Pelindo II dan anak/cabang perusahaannya juga memiliki sistem Sistem Informasi Manajemen Operasi Pelabuhan (SIMOPEL)/ Vessel Management System (VMS) yang memuat realisasi kegiatan pelayanan kapal di masing-masing terminal. Namun demikian, kedua sistem tersebut tidak terintegrasi sehingga data realisasi kegiatan bongkar muat yang tercantum pada SIMOPEL tidak terakomodasi padasistem Inaportnet.
  
4) Penyelenggara Pelabuhan tidak pemah melakukan perhitungan PNBP hasil konsesi berdasarkan Laporan Keuangan BUP(audited); 

Perdirjen Hubla No HK/103/2/14/DJPL-16 pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa perhitungan PNBP hasil konsesi selama satu tahun berdasarkan pendapatan bruto yang tercantum dalam Laporan Keuangan BUP yang sudah diaudit oleh KAP yang diserahkan paling lambat tanggal 14 April tahun berikutnya. Selanjutnya pada pasal 23 ayat (3) dijelaskan bahwa jika terdapat kelebihan atau kekurangan pembayaran dari hasil audit oleh KAP maka akan diperhitungkan kembali pada pembayaran triwulan berikutnya.
Laporan Keuangan PT Pelindo II dan PT Pelindo III setiap tahun diaudit oleh KAP. Namun demikian, pada konsesi pelabuhan Tanjung Perak, pelabuhan Tanjung Priok, dan pelabuhan TanjungEmas, tidak pernah dilakukan perhitungan PNBP hasil konsesi selama satu tahun berdasarkan pendapatan brutoyangtercantum dalam LaporanKeuangan BUP{audited). 
OP Utama Tanjung Priok tidak pernah menerima Laporan Keuangan PT Pelindo II {audited) maupun laporan keuangan anak dan/atau cucu perusahaan (operator terminal yang dikonsesikan) PTPelindoII. Oleh karena itu, OP Utama Tanjung Priok tidak dapat melakukan perhitungan PNBP hasil konsesi berdasarkan Laporan Keuangan {audited), dalam rangka memperhitungkan kelebihan atau kekurangan pembayaran konsesi. Di sisi lain, OP Tanjung Perak menerimaLaporan Keuangan PT Pelindo III {audited) namun juga tidak pernah melakukan PNBP hasil konsesi berdasarkan LaporanKeuangan tersebut.

5) Terdapat selisih nilai pendapatan jasa kepelabuhanan yang dikonsesikan antara hasil rekonsiliasi dengan laporan keuangan BUP (audited) dan terdapat pendapatan yang tidak dilaporkan sebagai objek konsesi yang mengakibatkan kurang PNBP konsesi sebesar Rpl.114.088.923,15; 
5.1. Pelabuhan TanjungPerak Selisih Pendapatan Jasa Kepelabuhan pada PT Pelindo IQ (Persero) Cabang Tanjung Perak Tahun 2016 Sebesar Rp38.007.392.207,00 Berdampak pada Kurang Bayar Konsesi SebesarRpl.014.536.970,00 

5.2 (2)PT AlurPelayaranBarat Surabaya (APBS)  penghitungan konsesi pada BA Rekonsiliasi didasarkan pada jasa kepelabuhanan yang telah diberikan kepada pengguna jasa {accrual basis). Pada PT Alur Pelayaran Barat Surabaya, perbedaan nilai pendapatan kotor yang dikonsesikan sebesar Rp3.908.308.469,00. Nilai tersebut merupakan selisih antara pendapatan jasa kepelabuhanan yangtercatat dalam Laporan Keuangan Tahun 2016{audited) sebesar Rp76.690.908.237,00 dan pendapatan dalam BA Rekonsiliasi TA 2016 sebesar Rp72.782.599.768,00. Dengan demikian, terdapat selisih kurang bayar PNBP konsesi sebesar Rpl36.790.796,42(yaitu 3,5% dari Rp3.908.308.469,00).

5.3. Terminal Cabang Tanjung Perak Pada terminal cabang Tanjung Perak, Tabel 3.9 menunjukkan perbedaan nilai pendapatan kotor yang dikonsesikan sebesar Rp29.693.056.286,00 Nilai tersebut
merupakan selisih antara pendapatan jasa kepelabuhanan yang tercatat dalam Laporan Keuangan Tahun 2016 (audited) sebesar Rp696.152.290.900,00 dan pendapatan dalam BA Rekonsiliasi TA 2016 sebesar Rp725.845.347.186,00 Dengan demikian, terdapat kelebihan pembayaran konsesi pelabuhan ke kas negara tahun 2016 sebesar Rp742.326.407,15 (yaitu 2,5% dari Rp29.693.056.286,00)

6) Pendapatan PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas Tahun 2017 yang dak dilaporkan sebagai objek konsesi sebesar Rp2.400.000.000,00 mengakibatkan kurang bayar PBNP konsesi sebesarRp60.000.000,00;

7) Pembayaran konsesi tidak dilakukan tepat waktu oleh PT Pelindo II (Persero) dan tidakadasanksi atas keterlambatan pembayaran konsesi; 
Menurut Perdirjen Hubla No. HK/103/2/14/DJPL-16 pasal 23 ayat (1), dilaksanakan dalam empat periode dalam satu tahun yaitu setiap tiga bulan paling lambat pada tanggal 25 bulan berikutnya. Sementara itu, dalam perjanjian konsesi antara PT Pelindo II (Persero) dan OP UtamaTanjung Priok diatur bahwa pelabuhan eksisting dilakukan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan pertama triwulan berikutnya yang kemudian diubah menjadi tanggal 25 (dua puluh lima) berdasarkan addendum perjanjian, sedangkan untuk pembayaran konsesi pelabuhan non eksisting/pelabuhan kalibaru, pembayaran dilakukan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Selama
masa penyelenggaraan konsesi, pembayaran konsesi oleh PT Pelindo (II) Persero tidak dilakukan secara tepat waktu, sebagaimana diatur dalam perjanjian konsesi. Perihal pembayaran PNBP diatur dalam UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP dan PP No. 29 Tahun 2009 tentangTata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran PNBP yang Terutang. Menurut PP No. 29 Tahun 2009 pasal 5 ayat (1), Wajib Bayar wajib membayar seluruh PNBP yang terutang secara tunai paling lambat pada saat jatuh tempo pembayaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal pembayaran PNBP yang terutang melampaui jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan, Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari bagian yang terutang dan bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Mengacu pada pasal 5 ayat (3), denda tersebut dikenakan untuk paling lama 24 bulan. Selama masa penyelenggaraan konsesi sampai saat ini, tidak ada denda yang dikenakan terhadap PT Pelindo (II) Persero atas keterlambatan pembayaran konsesi. Merujuk pada ketentuan dalam PP No. 29 Tahun 2009 terkait denda keterlambatan, potensi denda keterlambatan pembayaran konsesi pelabuhan eksisting dan non eksisting di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2015 s.d. semester II tahun 2017 masing-masing minimal sebesar Rp6.811.895.139,00 dan Rpl94.261.490,00

8. Hitungan pendapatan konsesi belum sepenuhnya berdasarkan prinsip pendapatan bruto dan kegiatan bongkar muat belum seluruhnya dikenakan konsesi sesuai dengan ketentuan;



No comments:

Post a Comment